Kamis, 08 Maret 2018

Perubahan sosial dibidang pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perubahan sosial dalam bidang pendidikan, keduanya saling bertautan satu sama lain. Keduanya saling mempengaruhi, sehingga sangat berdampak luas di masyarakat. Pendidikan dapat dijadikan sebagai agen perubahan sosial dan sekaligus menentukan arah perubahan sosial yang disebut dengan pembangunan masyarakat. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat setiap kalinya dapat direncanakan dengan arah perubahan yang ingin dicapai. Namun, perubahan sosial juga dapat terjadi setiap saat tanpa harus direncanakan terlebih dahulu yaitu yang disebabkan pengaruh budaya dari luar yang tidak dapat dicegah terjadinya.
Pendidikan sejak dulu sampai sekarang merupakan hal terpenting dalam hidup manusia. Pendidikan memberikan kemajuan pemikiran umat manusia, sehingga taraf hidup mereka meningkat. Dalam perkembangannya dari zaman ke zaman pendidikan berubah menjadi suatu sistem. Berkembangannya teknologi dan globalisasi yang semakin meluas mempercepat perubahan sosial dari bidang manapun termasuk pula di bidang pendidikan. Maka dari itu, kami akan mengangkat permasalahan ini ke dalam sebuah makalah.
RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud perubahan sosial?
Apa yang dimaksud dengan  pendidikan?
Apa hakikat sosial dari pendidikan?
Apa pengaruh perubahan sosial di bidang pendidikan?
TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui pengertian sosial.
Untuk mengetahui pengetian  pendidikan.
Untuk mengetahui hakikat sosial dari pendidikan.
Untuk mengetaetahui pengaruh  perubahan sosial di bidang pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN

Perubahan sosial merupakan bentuk-bentuk baru dari kondisi yang lama. Perubahan sosial terjadi sebagai konsekuensi aktifitas manusia, inovasi, kemajuan sains, dan sebagainya. Perubahan sosial ini menjadi salah satu kajian terpenting dalam sosial pendidikan. Perubahan sosial yang terjadi membuat kajian sosiologi pendidikan semakin komplex dan luas. Sebagaimana dikatakan ritzer dan good man (2004)  perubahan sosial menjadi setting kajian sosiologi yang terus berkembang seiring dengan perubahan yang terjadi oleh sebab itu, kemunculan refolusi politik, yaitu revolusi prancis pada 1989 dan revolusi yang berlangsung sepanjang abad ke 19. Merupakan faktor yang paling besar perannya dalam perkembangan teori sosiologi. Perubahan sosial yang terjadi dalam sejarah dunia yang terjadi seperti refolusi industri, kemunculan kapitalisme, sosialisme, feminisme, urbanisme, perubahan keagamaan, dan perubahan sains semua menjadi agen  yang membangun perkembangan kajian perubahan sosial dari sudut sosiologi. Dari kajian perubahan sosial itu pula lahir berbagai aliran teori dalam sosiologi.
Mulai dari ibn khaldun (1332-1406) , comte (1798-1878) Dhurkeim (1858-1979) sampai pada sosiologi modern, perkembangan teori yang di kemukakan oleh masing-masing sosiolog tersebut tidak terlepas dari kajian perubahan sosial. Oleh sebab itu perubahan sosial menjadi kajian yang berterusan dalam sosiolog pendidikan sampai kini. Kegunaan konsep perubahan sosial dalam pendidikan adalah untuk mengetahui akar persoalan perubahan dan bentuk apa yang harus dilakukan pada masyaralat yang berubah tersebut. Misalnya saat sekarang, perilaku masyarakat yang jauh berubah dalam masalah pemaknaan moralitas maka yang di perlakukan dlalam pendidikan adalah pendidikan moral. Dengan mengedepankan tokoh-tokoh rujukan. (Hanani,2013).
Menurut Kingsley davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Menurut Gillin dan gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu fariasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geogerafis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Secara singkat Samuel koening mengatakan bahwa perubahan ssosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi mana terjadi karena sebab-sebab intern maupun sebab-sebab ekstern.
Definisi lain dari selo soemardjan. Rumusannya adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga –lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyrakat. Tekanan pada adefinis tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagi kehidupan himpunan pokok manusia, perubahan-perubahan kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.
PENGERTIAN PENDIDIKAN

Pendidikan diterangkan dalam dua istilah, yaitu paedagogig dan paedagogie. Paedagogie artinya pendidikan sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Paedagogig atau ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Paedagogig berasal dari kata yunani yaitu paedagogiak yang berarti "pergaulan dengan anak-anak". (Purwanto,2009)
Pendidikan  adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau  untuk kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis dalam berpikir.
HAKIKAT SOSIAL  PENDIDIKAN

Pendidikan mempunyai definisi banyak sepanjang waktu dan sepanjang banyak orang. Setiap definisi menunjukan pandangan individu dalam lapangan pengetahuan masing-masing,
Bagi ahli biologi pendidikan adalah adaptasi.
Bagi ahli psikologi pendidikan sinonim dengan belajar
Bagi ahli filsafat pendidikan lebih mencerminkan aliran-aliran yang dimilikinya.
Definisi-definisi tersebut berselang-seling, ada yang bersifat ekstrim ada pula yang bersifat konservatif. Yang bersifat konservatif ialah memandang pendidikan sebagai suatu proses yang bersifat melindungi diri untuk menjaga status Que seseorang. Sedang yang bersifat progresif/ ekstrim adalah untuk membantu individu dalam mengerjakan sesuatu hal yang lebih baik dimana dia akan mengerjakan susuatu cara. Menurut brown: pendidikan adalah proses pengendalian secara sadar dimana perubahan-perubahan didalam tingkah laku dihasilkan didalam diri orang itu melalui didalam kelompok. Dari pandangan ini pendidikan adalah suatu proses yang memulai pada waktu lahir dan berlangsung sepanjang hidup. Pengertian pengendalian secara sadar ini berarti adanya tingkat-tingkat kesadaran dari tujuan yang hendak didapat.
Adapun fungsi-fungsi pendidikan menurut Pay Ne terdapat tiga macam, yaitu:
Asimilasi dari tradisi-tradisi disini mengakui bahwa asimilasi-asmilasi adalah merupakan hal yang penting. Pay ne menggambarkan proses asimilasi daro tradisi sebagai imitasi dan tekanan sosial .
Pengembangan dari pola-pola yang baru maka perlu dipecahkan, misalnya:
masalah perkembangan penduduk.
masalah urbanisasi.
masalah pekerjaan.
masalah penempatan wanita di dalam pekerjaan.
Kreatifitas atau pernanan yang bersifat membangun di dalam pendidikan. Kreatif adalah kemampuan pendidikan yang bersifat asli. Jadi, ide-ide yang asli itu bersifat kreatif. Pada kenyataan kemudian timbul ide.
Pendidikan mempengaruhi masyarakat yang pada akhirnya terjadi perubahan sosial.Perubahan sosial sebagai bentuk inovasi yang berkaiatan dengan seluruh aspek kehidupan manusia yang bertujuan meningkatkan kemakmuran. Bermacam konsep perubahan sosial disodorkan para ahli dalam menganalisis fenomena tersebut yaitu, konsep kemajuan sosial, konsep sosialistik, konsep perubahan siklus, teori sejarah, teori pertikularistik, toeri sosiologi serta sosiologi dan perubahan sosial.(Ahmadi, 1991)
PENGARUH PERUBAHAN SOSIAL DI BIDANG PENDIDIKAN

Kecepatan perubahan sosial dalam berbagai masyarakat berbeda-beda. Perubahan dalam masyarakat yang terpencil berjalan lambat, akan tetapi bila denga terbukanya komunikasi dan transportasi daerah itu berkenalan dengan dunia modern, maka masyarakat ini berkembang dengan lebih cepat.
Ada aspek-aspek kebudayaan seperti adat-istiadat yang disampaikan turun-temurun dalam bentuk aslinya, akan tetapi banyak pula ada kebiasaan yang mengalami perubahan, terutama dalam masyarakat modern. Disamping itu terdapat  perbedaan kecepatan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan menegnai benda-benda material seperti alat-alat, pakaian, hasil industri misalnya mobil, radio, arloji, dan sebaginya. Sangat cepat, orang senantiasa mencari barang yang paling modern dan paling baru. Barang-barang “uit de mode” yang ketinggalan jaman segera ditukar dengan yang baru. Sebaliknya terdapat hambatan dan tantangan yang keras terhadap perubahan dalam agama, adat istiadat, nila-nilai, norma-norma, bentuk pemerinthan, filsafat hidup dan sebagainya.
Usaha untuk mencegah perubahan tidak selalumudah karena sering ada hubungan perubahan materil dengan perubahan kultural. Dibukanya jalan raya ke daerah terpencil, terbukanya desa bagi surat kabar, radio, TV dan film membawa prubahan dalam berbagai aspek kebudayaan. Pola hubungan antara manusia seperi pergaulan antara anak dengan orangtua, hubungan antar seks, dan sebagainya. Sering mengalami perubahan yang sukar di elak kan. Demikian pula, pendidikan dan sekolah tak luput dari perubahan, karena pendidikan senantiasa berfungsi di dalam dan terhadap sistem sosial tempat sekolah itu berbeda.(Nasution, 1995)
Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat berpengaruh terhadap pendidikan, maka perlu diketahui kearah mana perubahan sosial itu bergerak dalam masyarakat. Yang jelas, perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi, setelah meninggalkan faktor itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru,namun mungkin pula bergerak ke arah suatu yang sudah ada di dalam waktu yang lampau. Usaha-usaha masyarakat Indonesia bergerak ke arah modernisasi dalam pemerintahan, angkatan bersenjata, pendidikan, dan industrialisasi yang disertai dengan usaha untuk menemukan kembali kepribadian Indonesia, merupakan contoh dari kedua arah yang berlangsung pada waktu yang sama pada masyarakat kita. Jauh sebelum orang belanda datang ke Indonesia orang Jawa telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tradisionalnya. Dalam cerita-cerita wayang, sering diceritakan bahwa guru yang bijaksana mengumpulkan kaum muda sebagai cantriknya di tempat kediamannya serta mengajarkan kepada mereka bagaimanacaranya untuk dapat hidup sebagai warga masyarakat yang baik. Cantik-cantrik tersebut hidup bersama-sama dengan guru mereka dalam pondok-pondok dimana mereka bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan kehidupan gurunya, sambil menerima ajaran-ajaran guru disela-sela pekerjaan sehari-hari. Sistem tersebut berlangsung berabad-abad lamanya baik waktu pengaruh Hindu, Budha, maupun Islam masuk, hingga kini. Dengan masuknya pengaruh Islam para guru dinamakan Kiai, sedangkan pondok-pondok tersebut dinamakan pesantren yang artinya adalah tempat para santri (yaitu orang-orang yang mendalami mendalami ajaran- ajaran agama Islam). Karena kiai hanya mempunyai satu atau beberapa keahlian saja, maka banyak murid-murid yang belajar pada beberapa orang Kiai, agar mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. Tidak ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang yang hendaka belajar pada pesantren tersebut kecuali bahwa ia sungguh-sungguh belajar dan memenuhi segala persyaratan yang ditentukan oleh hukum agama. Kehidupan di pesantren diatur sebagai saru keluarga dipimpin oleh Kiai. Diluar pesantren para pemuda-pemudi dapat pula memperoleh pendidikan keagamaan, misalnya dimasjid-masjid.
Akhir-akhir ini, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh lembaga-lembaga Agama Islam dimana para siswa juga mendapatkan pelajaran Dunia pendidikan harus memposisikan diri sebagai agen perubahan Pemahaman monokultur harus diarahkan pada multikultur Harus disadari bahwa kehidupan itu majemuk dan semakin majemuk, namun paradigma pendidikan belum berubah ke arah itu. Pendidikan di Indonesia masih mengacu pada budaya, kehendak, keinginan tunggal. Kedua, pendidikan harus memposisikan diri sebagai pelaku transformasi besar-besaran. Pendidikan yang hanya diperuntukkan mencerdaskan otak harus ditransformasikan ke dalam perspektif yang holistik yakni mencerdaskan perilaku secara keseluruhan. pendidikan harus mampu mengkonstruk identitas budaya bagi manusianya. Budaya kita adalah budaya plural.
Mengenai halal yang berhubungan dengan soal keduniawian. Sekolah tersebut dinamakan madrasah. Sistem pendidikan demikian tidak mengalami perubahan mencolok, kecuali para santri kemudian di perkenankan mengikuti pelajaran-pelajaran sekolah. Tapi, setelah ada perubahan sosial yang terus-menerus, pendidikan cenderung mengarah kepada sekuler, kecenderungan tersebut nampak pula pada madrasah dimana para siswa meminta agar diajarkan lebih banyak hal yang menyangkut sosial keduniawian. Dari gejala tersebut tidaklah dapat disimpulkan bahwa madrasah dan pesantren-pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan akan terdesak oleh lembaga-lembaga pendidikan sekuler. Akan tetapi keinginan-keinginan yang kuat untuk mendapatkan pendidikan yang sekuler rupa-rupanya lebih kuat pada generasi muda. Pendidikan di indonesia di anggap sebagai alat untuk mengadakan perbaikan-pebaikan, dahulu pusat perhatian adalah kebahagiaan di dunia akhirat, tetapi dewasa ini pusat perhatian lebih di tunjukan pada kehidupan manusia. Pendidikan keagamaan seyogyanya di sesuaiakan dengan aspirasi muda, sejak proklamasi kemerdekaan. Sikap dan alam pemikiran mengenai ke duniawian dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada sikap. (Soekanto 1990).
Tadi adalah kasus perubahan sosial yang terjadi di bidang pendidikan pada sistem pencarian ilmu yang dilakukan oleh orang yang ingin menimba ilmu dari mencari ilmu kepada ahlinya dan sesuai dengan keinginannya, sampai berubah di zaman sekarang ini mencari ilmu dengan menentukan sekolah atau jurusan apa yang ia inginkan dan di dalammnya sudah terdapat kurikulum yang sesuia dengan visi misi sekolah.
Contoh-contoh bentuk perubahan sosial dibidang pendidikan adalah sebagai berikut:
Cara mengajar
Cara mengajar berubah seiring perkembangan jaman. Berbagai penelitian telah dilakukan seperti metode belajar, strategi belajar mengajar, dan lain-lain. Tentu saja, dengan penelitian itu mereka menginginkan cara mengajar yang lebih baik sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Selain itu, perkembangan teknologi juga semakin memajukan cara mengajar. Seperti penggunaan proyektor dalam mengajar.
Hukuman pelanggaran yang dilakukan peserta didik
Sudah kita ketahui dahulu, terdapat sebagian guru yang menghukum muridnya dengan hukuman fisik. Namun, saat ini telah ada undang-undang perlindungan anak. Sehingga guru jaman sekarang tidak bisa menghukum muridnya dengan hukuman fisik, tapi harus menghukum peserta didik dengan cara yang bermanfaat namun tetap dapat menimbulkan efek jera.
Metode Belajar
Di beberapa sekolah, metode belajar berubah menjadi lebih modern mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti penggunaan laptop dan tablet PC. Dan disekolah sudah mulai disediakan WiFi untuk mempermudah siswa untuk mengakses internet dan mencari sumber belajar.
Membuat Tugas
Dahulu, apabila siswa ingin membuat tugas yang memerlukan pemahaman yang baik dengan banyaknya refensi, ia harus pergi keperpustakaan kota, sekolah, ataupun universitas. Namun, dewasa ini sangat berbeda, siswa dapat mengerjakan tugas dengan mencari buku dan refensi yang diperlukan dengan tidak hanya mengandalkan buku yang bersifat fisik namun juga digital yang dapat diakses di telepon genggam pintar ataupun laptop melalui koneksi internet.
Kurikulum
Kurikulum adalah perubahan terbesar di bidang pendidikan. Kurikulum mencakup bahan atau materi yang harus diajarkan kepada peserta didik sesuai mata pelajaran dan jenjangnya. Ketika kurikulum berubah, guru dan siswa harus menyesuaikan segalanya yang semua itu sudah diatur pemerintah.
Beda halnya dengan jaman dahulu yaitu siswa menentukan apa saja yang akan ia pelajari dengan mendatangi seseorang yang ahli di bidangnya.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Pendidikan  adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan mempunyai definisi banyak sepanjang waktu dan sepanjang banyak orang. Setiap definisi menunjukan pandangan individu dalam lapangan pengetahuan masing-masing,bagi ahli biologi pendidikan adalah adaptasi, bagi ahli psikologi pendidikan sinonim dengan belajar, bagi ahli filsafat pendidikan lebih mencerminkan aliran-aliran yang dimilikinya.perubahan sosial yang terjadi di masyarakat berpengaruh terhadap pendidikan, maka perlu diketahui kearah mana perubahan sosial itu bergerak dalam masyarakat. Yang jelas, perubahan bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Contoh bentuk perubahan sosial dalam bidang pendidikan yaitu cara mengajar cara mengajar, Hukuman pelanggaran yang dilakukan peserta didik, Metode Belajar, Membuat Tugas, dan Kurikulum.
SARAN

Dunia pendidikan harus memposisikan diri sebagai agen perubahan sosial yang mengarah pada suatu hal yang  baik, Pemahaman harus diarahkan pada multikultur yang disadari bahwa kehidupan itu majemuk dan semakin majemuk, namun paradigma pendidikan belum berubah ke arah itu. Pendidikan di Indonesia masih mengacu pada budaya, kehendak, keinginan tunggal,pendidikan juga harus memposisikan diri sebagai pelaku transformasi besar-besaran. Pendidikan tidak  hanya diperuntukkan mencerdaskan otak  tapi harus juga ditransformasikan ke dalam mencerdaskan perilaku secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Agung, Sosiologi Pendidikan, Jakarta;PT. Rineka Cipta, 1991
Purwanto Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan praktis, Bandung; PT.Remaja RosdaKarya, 2009.
Hanani Silvia, Sosiologi Pendidikan ke Indonesiaan, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2013
Nasution S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta; Bumi Aksara, 1995

Selasa, 16 Januari 2018

Al-Qur'an

AL-QUR’AN
Pengertian Al-Qur’an Secara Bahasa
Kata Al Quran dalam masdar dari kata yang artinya membaca, sebagai contoh firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya tanggung jawab kamilah mengumpulkan dan membacakannya apabila kami telah selesai membacakannya maka baru ikuti bacaannya.” (Al Qiyamah: 1-18).
Pengertian Al-Qur’an Secara Istilah
Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang membacanya adalah ibadah.
Batasan istilah: kalam Allah bukan kalah makhluk. Diturunkan kepada Nabi Muhammad bukan yang diturunkan kepada nabi-nabi yang lain membacanya adalah ibadah bukan hadits Nabawi atau Hadis Qudsi.
Nama-nama Al-Qur’an
Selain Al-Qur’an Allah SWT, juga menyebut dengan nama-nama lain. Dalam hal ini dapat disebutkan sebagai berikut:
Kitâb: Allah menyebut al-Qur'an dengan sebutan Kitâb,
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Jâtsiyah: 2:
الحكيم العزيز  اللهمن الكتاب تنزيل
“Kitab (ini) diturunkan dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dzikr: Allah menyebut al-Qur'an dengan sebutan Dzikr,
Sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Hijr: 9:
لحافظون له انا و الذكر نزلنا نحن انا
“sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Furqân: Allah juga menyebut al-Qur'an dengan sebutan Furqân, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat al-Fuqân:1:
تبارك الذى نزل الفرقان على عبده ليكون للعالمين نذيرا
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (AlQur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.”
Tanzîl: al-Qur'an disebut Tanzîl oleh Allah SWT. Dalam banyak ayat, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat as-Syu'arâ': 192:
وانه لتنزيل رب العالمين
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan  semesta alam.”
Surat
Surat adalah kumpulan ayat-ayat yang mempunyai permulaan dan penghabisan yang merupakan bagian dari Al-Qur’an.
Jumlah surat yang terdapat pada Al-Qur’an berjumlah 114 atau 113 yang terbagi kepada 4 bagian:
Al-Thiwal (surat yang panjang-panjang)
Terdapat 7 surat, yaitu: Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Ma’idah, Al-An’am, Al-‘Araf, Dan Al-Anfal.
Al-Mi’un (surat yang jumlah ayatnya lebih dari seratus)
Contohnya: Hud, Taubah, Yunus, dan Yusuf.
Al-Matsani (surat yang jumlah ayatnya kurang dari seratus)
Disebut al-matsani karena surat-surat ini sering dibaca berulang-ulang, seperti: Al-Waqi’ah, dan Yasin
Al-Mufashshal (banyak pemisah antara surat berupa basmalah)
Ada tiga bagian dalam al-mufashshal, yaitu”
Tiwaluhu: mulai dari surat Qaaf atau Al-hujurat sampai surat An-Nabaa atau surat Al-Buruj.
Ausathuhu: mulai dari surat An-Nabaa atau Al-Buruj sampai Ad-Dhuha atau Al-Bayyinah.
Qisharuhu: muali dari surat Ad-Dhuha atau Al-Bayyinah sampai akhir Al-Qur’an.
Surat terpanjang adalah surat Al-Baqarah dan yang terpendek adalah Al-Kautsar.
Ayat
Ayat adalah kumpulan kata yang mempunyai permulaan dan penghabisan yang merupakan bagian dari surat.
Jumlah ayat yang disepakati oleh para ulama sebanyak 6200 ayat, selebihnya adalah ikhtilaf. Ayat terpanjang adalah ayat tentang utang piutang (dain) yaitu pada surat Al-Baqarah: 282. Ayat yang pertama kali turun para ulama bersepakat bahwa surat Al-Alaq: 1-5 adalah ayat yang pertama kali turun. Sedangkan ayat yang terakhir turun para ulama berbeda pendapat, namun yang paling kuat adalah surat Al-Baqarah: 281.
Tertib susunan surat-surat dan ayat-ayat terdapat pada mushaf seperti yang kita saksikan sekarag ini tidak berdasarkn tertib turunnya melainkan diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Naas. Karena penyusunan surat dan ayat bukan berdasarkan ijtihad melaikan berdasarkan petunjuk wahyu. Adapun alasannya adalah sebagai berikut:
Para sahabat sepakat dengan mushaf yang ditulis khalifah Utsman RA. Ini menunjukan bahwa susunan surat dalam Al-Qur’an adalah tauqify.
Surat-surat dalam Al-Qur’an ada bermacam-macam jenis dan bentuk. Kalau susunan surat ini berdasarkan ijtihad tentu surat-surat yang sejenis akan disusun secara berurutan seperti surat yang diawali dengan tasbih atau yang diawali dengan huruf hijaiyyah.
Dikuatkan dengan hadits Nabi yang artinya: “Rasulullah membaca beberapa surat yang pendek-pendek dalam satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Pendapat lain mengatakan bawa susunan surat yang terdapat pada Al-Qur’an adalah berdasarkan keputusan khalifah Utsman yang telah disepakati oleh para sahabat untuk berpedoman kepada satu mushaf.
Ayat Al-Qur’an terbagi menjadi dua berdasarkan waktu turunya, yaitu:
Makiyyah
Ayat makiyyah adalah ayat atau surat yang turun sebelum hijrah.
Madaniyyah
Ayat madaniyyah adalah ayat atau surat yang turun setelah hijrah.

Wahyu

WAHYU
Pengertian Wahyu
Pada konotasi harfiyyah lafadz wahyu adalah lafadz Masdar  yang mempunyai isyarat halus yang cepat. Jika dikatakan: awhaytu ila fulan (saya berbicara kepadanya dengan cepat dan rahasia). Maka secara etimologis, wahyu berarti isyarat, sinyal, atau ilham. Al-Qur’an telah menggunakan lafadz tersebut dengan kontasi harfiyah, antara lain:
Intuisi naluri hewan: lafadz wahyu dengan konotasi seperti ini digunakan oleh Allah SWT oleh Allah dalam surat An-Nahl: 68 yang artinya: “Dan tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.”
Bisikan jahat, baik yang berasal dari manusia, jin maupun syetan. Allah menggunakan lafadz wahyu dengan konotasi seperti ini, sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-An’am: 112 yang artinya: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) Jin, sebagian mereka membisikan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah untuk menipu (manusia). Dan dalam surat Maryam: 11 yang artinya: “Sesungguhnya syaitan itu membisiskan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”
Isyarat dan sinyal, konotasi seperti ini dinyatakan oleh Allah dalam surat Maryam: 11 yang artinya : “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”
Ayat ini tidak boleh ditafsirkan dengan konotasi berbicara, sebab konotasi tersebut terhambat oleh firman Allah sebelumnya
“Zakaria berkata: “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda”. Tuhan berfirman: “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, pada kamu sehat.”
Pada konotasi syar’i para ulama telah mendefinisikan wahyu dengan definisi yang beragam. Ada yang panjang dan sangat singkat. Namun, definisi terbaik dan berkualitas adalah definisi yang dikemukakan oleh Ibn Hajar dalam Fath Al-Barr: “Secara syar’i wahyu adalah pemberitahuan mengenai syariat. Kadang disebut dengan istilah wahyu, namum dengan konotasi isim Maf’ulnya, yaitu sesuatu yang diwahyukan, yaitu kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.”
Atau pemberitahuan Allah kepada salah seorang Nabi-Nya mengenai salah satu hukum syariat dan sejenisnya.
Atau seperti yang dirwayatkan dari Az-Zuhri yang menyatakan: “Wahyu adalah apa yang diwahyukan kepada slah seorang Nabi. Dia tetapkan ke dalam hatinya, sehingga Dia menyampaikannya dengan kata-kata, dan dia menulisnya, dan itulah kalam Allah.”
Setelah mengemukakan berbagai konotasi yang dikemukakan di atas, ada satu pertanyaan mengenai:  Apakah wahyu Allah SWT. Kepada Musa AS itu bisa dinisbatkan kepada konotasi harfiyah wahyu ataukan syar’i? Sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam surat Al-Qassash: 7 yang artinya:
“Dan kami nisbatkan kepada ibu Musa:”Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul.”
Qotadah berpendapat, bahwa wahyu kepada ibu Musa AS, tersebut merupakan intuisi fitri atau alami. Yang antara lain mendukung pandangan tersebut adalah ar-Ragib Al-Ashfahani yang kemudian diikuti oleh Ibn Katsir, Al-Baydhawi dan lain-lain
Cara Wahyu Turun Kepada Para Rasul
Secara Langsung
Pertama lewat mimpi, seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an firman Allah SWT surat As-Saffat: 101-102 yang artinya: “Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka takala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “ Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadaamu; in sya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Kedua kalam Ilahi di balik tirai secaa langsung, seperti yang diterima oleh Nabi Musa AS dalam firman Allah surar Al-Araf: 143 Yang artinya: " Dan ketika Musa datang untuk Munajat dengan kami pada waktu yang telah kami Tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya berkatalah Musa ya Tuhanku nampak kan lah diriku kau kepadaku agar aku dapat melihat kepada engkau.”  dan firman Allah Subhanahu wa ta'ala dan Allah: “ telah berbicara kepadamu dengan langsung.” (An-Nisa: 164).
Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang artinya: “ Maka tak kalah Musa sampai ke tempat api itu di sekolah dia dari arah pinggir lembah yang sebelah kanannya pada tempat yang diberkahi dari sebatang pohon kayu yaitu yang musa Sesungguhnya aku adalah Allah Tuhan semesta alam.” (Al qashas: 30)
Secara Tidak Langsung
Cara inilah Wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam beliau menerima wahyu dari Allah melalui Malaikat Jibril dengan dua cara.
Cara pertama,  Wahyu datang seperti gemerincing lonceng yang sangat kuat yang membangkitkan semua unsur-unsur pengingat sehingga jiwa Nabi siap menerima wahyu secara penuh apabila Wahyu turun dalam bentuk ini maka Wahyu turun kepadanya beliau sudah siap dengan segala kemampuannya untuk menerima menghafal dan memahaminya cara inilah yang sangat berat dirasakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Dan cara kedua, Malaikat Jibril datang kepada Nabi dengan menyerupai seseorang cara inilah yang dirasakan oleh Rasul sangat ringan dan sampai dimana Rasulullah bisa berbicara dan mendengar layaknya berdialog di hadapan semua manusia.
Cara Wahyu Diturunkan kepada Malaikat
Wahyu (Qur’an) diturunkan langsung oleh Allah ke Lauh al-Mahfudz. Lauh Mahfuz berarti papan yang terjaga. Penyebutan ini hanya sekali dijumpai dalam Al-Qur’an:
بل هو قران مجيد(21) فى لوح محفوظ(22)
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Quran yang mulia, yang   (tersimpan) dalam Lauh Mahfudz.” (QS. Al-Buruj/85: 21-22).
Kebanyakan Ulama cenderung memahami bahwa Lauh al-Mahfudz itu sesuatu yang berada di alam gaib; padanya terdapat segenap rancangan atau ketentuan-ketentuan Allah bagi segenap ciptaan-Nya. Adapun tentang cara Allah menurunkan Wahyu (Qur’an) kepada Malaikat, ada tiga pendapat:
Malaikat Jibril menerima wahyu secara pendengaran dari Allah dengan lafadznya yang khusus. Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus kepada Malaikat Jibril di Baitul Izzah yang berada di langit dunia pada malam lailatul qadar:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat. Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah/2: 30).
“(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman” (QS. Al-Anfal/8: 12).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan” (QS. Al-Qadar/97:1).
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. (QS. Ad-Dukhan/44: 3).
Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuzd
Maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad SAW.
Dari tiga pendapat tersebut, pendapat yang pertama itulah yang benar dan yang dijadikan pengangan oleh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Senin, 15 Januari 2018

Pemimpin

1. Setiap Muslim adalah Pemimpin
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau  perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Sedangkan kepemimpinan adalah amanah titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta ataupun di kejar dan di perebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam tanggung jawab melayani rakyat ataupun amanahnya.
Naiknya seseorang di atas puncak pemimpin dalam suatu organisasi dan negara, bukan hanya dukungan masyarakat atau karena pemilihan dan surat pengangkatan akan tetapi sebenarnya karena kehendak Allah Swt. Berdasarkan firman Allah dalam surat Al-A’raf ayat 10 yang artinya:
”Sungguh Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami telah menjadikan kamu sekalian di bumi itu sumber penghidupan. Sedikit sekali kamu yang bersyukur”. Hadits yang menjelaskan bahwa setiap orang, adalah pemimpin dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah tentang kepemimpianannya. Hadits diantaranya dalam kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan No.1199 sebagai berikut:
عَبْدُ اللهِ بْنِِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا, ٲن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ : كلكم راع فمسؤل عن رعيته, فالأمير الذي على الناس راع وهو مسؤل عنهم, والرجل راع على أهل بيته وهومسؤل عنهم, والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسؤله عنهم, والعبد راع على مال سيده وهو مسؤل عنه, ألا فكلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته. (رواه البخار و مسلم)
Artinya: Rosulullah SAW. bersabda: "Kalian semuanya pemimpin (pemelihara) dan bertanggungjawab terhadap rakyatnya, seorang Raja memelihara rakyat dan akan ditanya tentang pemeliharaannya, seorang suami memimpin keluarganya dan akan ditanya tentang pimpinannya, seorang ibu memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang pimpinannya, seorang hamba memelihara harta milik majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua memelihara dan akan dituntut tentang pemeliharaannya". (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu pemimpin mempunyi tanggung jawab yang sangat besar bagi bangsa ataupun organisasinya yang dipimpin baik itu di dunia ataupun di akhirat nanti. Semua dalil itu patut menjadi perhatian bagi kita terutama pemimpin umat islam dan para penguasa yang ingin selamat dari siksa neraka.
Kriteria-kriteria pemimpin yang wajib kita taati :
Islam
Mengikuti perintah-perintah Allah dan Rosul-Nya
Menyuruh berbuat baik dan mencegah berbuat munkar
Lebih mementingkan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi
Tidak mendzalimi umat Islam
Memberikan teladan dalam beribadah
Dan mempunyai 4 sifat Nabi/Rasul sebagai pemimpin umatnya,yaitu:
Syidiq
Amanah
Fathonah
Tabligh

2. Macam-Macam Tanggung Jawab
Macam-macam tanggung jawab diantaranya yaitu:
Tanggung Jawab manusia terhadap diri sendiri
Menurut sifatnya manusia adalah makhluk bermoral. Akan tetapi manusia juga seorang pribadi, dan sebagai makhluk pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan untuk berbuat ataupun bertindak, sudah barang tentu apabila perbuatan dan tindakan tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi mengundang kekeliruan dan juga kesalahan. Untuk itulah agar maanusia itu dalam mengisi kehidupannya memperoleh makna, maka atas diri manusia perlu diberi Tanggung Jawab.
Tanggung Jawab kepada keluarga
Masyarakat kecil ialah keluarga. Keluarga adalah suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang-orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung Jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi Tanggung Jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
Tanggung Jawab kepada masyarakat
Satu kenyataan pula, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Manusia merupakan anggota masyarakat. Karena itu, dalam berpikir, bertingkah laku, berbicara, dan sebagainya manusia terikat oleh masyarakat. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Secara kodrati dari sejak lahir sampai manusia mati, memerlukan bantuan orang lain. Terlebih lagi pada zaman yang sudah semakin maju ini. Secara langsung maupun tidak langsung manusia membutuhkan hasil karya dan jasa orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Dalam kondisi inilah manusia membutuhkan dan kerjasama dengan orang lain.
Kekuatan pada manusia pada hakikatnya tidak terletak pada kemampuan fisik ataupun kemampuan jiwanya saja, namun juga terletak pada kemampuan manusia bekerjasama dengan manusia lain. Karena dengan manusia lain, mereka dapat menciptakan kebudayaan yang dapat membedakan manusia dengan makhluk hidup lain. Yang menyadarkan manusia ada tingkat mutu, martabat dan harkat, sebagai manusia yang hidup pada zaman sekarang dan akan datang.
Dalam semua ini nampak bahwa dalam mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik, manusia mustahil dapat mutlak berdiri sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain. Kenyataan ini menimbulkan kesadaran bahwa segala yang dicapai dan kebahagiaan yang dirasakan oleh manusia pada dasarnya berkat bantuan atau kerjasama dengan orang lain didalam masyarakat. Kesadaran demikian melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang lain dan masyarakat. Boleh jadi inilah Tanggung Jawab manusia yang utama dalam hidup kaitannya dengan masyarakat.

Tanggung Jawab kepada Bangsa/Negara
Satu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individual adalah warga nagara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat olah norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.
Tanggung Jawab kepada Tuhan
Manusia ada tidak dengan sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia dapat mengembangkan diri sendiri dengan sarana-sarana pada dirinya yaitu pikiran, perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam sekitarnya.
Dalam mengembangkan dirinya manusia bertingkah laku dan berbuat. Sudah tentu dalam perbuatannya manusia membuat banyak kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Sebagai hamba Tuhan, manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang salah itu atau dengan istilah agama atas segala dosanya.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia bersembahyang sesuai dengan perintah Tuhan. Apabila tidak bersembahyang, maka manusia itu harus mempertanggung jawabkan kelalaiannya itu diakhirat kelak.
Manusia hidup dalam perjuangan, begitu firman Tuhan. Tetapi bila manusia tidak bekerja keras untuk kelangsungan hidupnya, maka segala akibatnya harus dipikul sendiri, penderitaan akibat kelalaian adalah tanggung jawabnya. Meskipun manusia menutupi perbuatannya yang salah dengan segala jalan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya, misalnya dengan hartanya, kekuasaannya, atau kekuatannya (ancaman), namun manusia tak dapat lepas dari tanggung jawabnya kepada Tuhan.

3. Hukuman bagi pemimpin yang tidak bertanggung jawab
Hadits yang menyebutkan ancaman bagi pemimpin yang tidak bertanggungjawab adalah:
عن الحسن, ٲن عبيد الله بن زياد عاد معقل بن يسار فى مرضه الذي مات فيه, فقل له معقل : ٳني محدثك حديثا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم, سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول : مامن الترعاه الله رعية فلم يحطها بنصيحة ٳلا لم يجد را ئحة الجنه. (رواه البخار و مسلم)
Artinya: Dari Al-Hasan, bahwa Ubaidillah bin Ziyad menjenguk maq’il berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad : Sesungguhnya saya akan menyampaikan kepadamu suatu hadits yang saya dengar dari Rosululloh SAW. Saya mendengar Nabi SAW. Bersabda : "Tiada seorang hamba yang diberi amanat rakyat oleh Allah SWT. Lalu ia tidak memeliharanya denga baik, melainkan Allah tidak akan merasakan padanya bau surga (tidak mendapatkan surga)". (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa para pemimpin yang tidak bertanggungjawab dalam kepemimpinannya  mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium bau surga itu. Hadits tersebut juga tersirat pengertian bahwa pemimpin yang tidak bertanggungjawab itu diancam 2 kali lipat siksaan rakyat yang mereka pimpin. Sesuai firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 67-68 yang Artinya: “Mereka berkata:’Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakan-lah kepada mereka siksaan dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar’.”

4. Batas Ketaatan Kepada Pemimpin
Sebagai umat islam kita wajib dan harus mentaati pemimpin karena ”barang siapa yang taat kepada pemimpin berarti dia taat kepada Rosulullah” seperti yang terkandung dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
من أطاعنى فقد أطاع الله ومن عصانى فقد عصى الله ومن يطع الأمير فقد أطاعنى ومن يعص الأمير فقد عصانى. (رواه متفق عليه)
Artinya:  “Siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah, dan siapa yang durhaka kepadaku, maka berarti ia durhaka kepada Allah. Dan Siapa yang taat kepada amir (pemimpin), berarti ia taat kepadaku, dan siapa yang durhaka kepada Amir, berarti ia durhaka kepadaku”. (HR. MuttafaqAlaih)
Akan tetapi kita harus bisa membedakan perintah yang baik atau yang mengarah kepada kemaksiatan sebab mentaati pemimpin itu ada batasannya sesuai hadits berikut ini: SabdaRosulullahSAW:
عبد الله بن عمر رضي الله عنهما, عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : السمع والطاعة على المرإ المسلم فيما أحب وكره, مالم يؤمر بمعصية, فإ ذا أمر بمعصية فلا سمع ولاطاعة. (رواه البخار و مسلم)
Artinya: Abdullah bin Umar r.a berkata : Nabi SAW. bersabda : "Mendengar dan taat itu wajib bagi seseorang dalam apa yang ia suka atau benci, selama ia tidak diperintah berbuat maksiat, maka jika diperintah berbuat maksiat maka tidak wajib mendengar dan wajib taat". (HR.BuhkaridanMuslim)
Berdasarkan hadits di atas Nabi Muhammad saw. berpesan agar setiap muslim hendaknya mendengar dan mematuhi keputusan, kebijakan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh para pemimpin, baik itu menyenangkan ataupun tidak menyenangkan bagi dirinya. Selama peraturan tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rosul-Nya.
Contoh peraturan pemimpin yang bertentangan:  pemimpin itu melarang wanita muslim mengenakan jilbab pemimpin yang menyuruh untuk melakukan perjudian. Apabila kita melihat penyelewengan-penyelewengan pemimpin yang demikian,maka kita harus mengambil sikap seperti sabda Rosulullah saw. berikut ini :
من راى منكم منكرا فليغيره بيده فان لم يستطع فبلسا نه فان لم يستطع فبقلبه وذلك اضعف الإيمان. (رواه مسلم)
Artinya: “Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya (memperingatkannya) dengan tangan, jika tidak mampu, hendaklah dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim No.70)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kita semua adalah pemimpin dan semua pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Pemimpin adalah seseorang yang harus jujur dan bijaksana dalam melaksanakan amanah dan tuntunan anggotanya supaya sejahtera Ia akan mempertanggungjawabkan semua kebijakan yang diambilnya selama didunia menyangkut persoalan umat. Apabila adil, jujur, dan benar, maka Allah SWT merahmatinya, tetapi bila dzalim dan menyelewengkan kekuasaanya maka Allah akan melaknatnya. Dan jika seorang pemimpin itu sesuai dengan tuntutan nabi yang berpatokan pada Al-Qur’an dan Hadist maka kita wajib menaati segala apapun yang diperintahkannya.
2. Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri. Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.






DAFTAR PUSTAKA

http://contohmakalahpai.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tanggung-jawab-kepemimpinan.html
https://yogiearieffadillah.wordpress.com/2013/06/04/makalah-manusia-dan-tanggung-jawab/
http://putra-arbent.blogspot.co.id/2010/09/bab-i-pendahuluan-i.html
Puad Abdul Baqi,Muhammad.Al Lu’lu Wal Marjan (,Semarang:Al Ridha ,1993)
Thariq M As-Suwaidan dan Faisal Umar Basyarahil,melahirkan Pemimpin Masa Depan ( Jakarta : Gema Insani,2005)
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=472.04 Maret 2017
http://www.Idii-Sidoarjo.org.Memilih Pemimpin Menurut Islam.04 April 2017

Sabtu, 13 Januari 2018

Pendidikan sepanjang hayat

PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Sebagai suatu proses,pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah Pendidikan Seumur Hidup ( life long education) dan ada juga yang menyebutnya pendidikan terus menurus (continuing education).
Islam sendiri telah menggariskan tentang proses pendidikan seumur hidup. Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW bersabda : “tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga dimasukkan kedalam liang lahat.” Lepas dari shohih atau tidaknya pendapat tersebut, namun itu memberikan suatu masukan yang cukup berharga bagi pendidikan itu sendiri. Disamping itu, pendapat di atas tidak bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an dan Al-Hadist mutawattir.
Bahkan bila diteliti lebih jauh lagi, ternyata ditemukan beberapa ayat Al-Qur'an dan hadist Rasulullah yang tampak memberikan isyarat adanya proses pendidikan jauh sebelum itu.
Melihat uraian di atas, tampak jelas bahwa Islam mengakui adanya pendidikan seumur hidup. Maka dari itu kami akan membahas tentang konsep pendidikan sepanjang hayat.
Tumisan Masalah
Bagaimana mengetahui pengertian pendidikan sepanjang hayat?
Bagaimana mengetahui ciri-ciri dan faktor-faktor pendidikan sepanjang hayat?
Bagaimana prinsip, konsep pendidikan sepanjang hayat, dan penerapannya?
Bagaimana fungsi dan tujuan pendidikan sepanjang hayat?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian pendidikan sepanjang hayat.
Untuk mengetahui ciri-ciri dan faktor pendidikan sepanjang hayat.
Untuk mengetahui konsep pendidikan sepanjang hayat dan penerapannya.
Untuk mengetahui fungsi dan tujuan pendidikan sepanjang hayat.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat adalah sebuah konsep yang menerangkan pada kita tentang bagaimana seharusnya pendidikan dalam kehidupan kita ini diselenggarakan. Pada intinya konsep dasar pendidikan sepanjang hayat ialah konsep pendidikan, semesta, dimana kita melihat pendidikan sebagai suatu keseluruhan yang terpadu dari semua kegiatan pendidikan atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kehidupan manusia. Seperti akan kita lihat nanti, pendidikan sepanjang hayat memandang pendidikan sebagai suatu kebhinneka tunggal ikaan, yaitu suatu keterpaduan dari berbagai bentuk dan kegiatan pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan.
Ciri-Ciri dan Faktor Pendidikan Sepanjang Hayat
Pandangan yang pokok dan menjadi ciri dari pendidikan seumur hidup ialah antara lain sebagai berikut:
Keterpaduan vertikal
Konsep keterpaduan vertikal mengandung arti bahwa pendidikan tidaklah berakhir atau berhenti setelah pendidikan di sekolah selesai. Pendidikan terus berlanjut setelah pendidikan di sekolah tamat, dengan kata lain pendidikan terus berlangsung sampai seseorang menemui ajalnya. Perpanjang pendidikan ini tidaklah berarti masa pendidikan sekolah diperpanjang sampai mati, tetapi pendidikan haruslah menjadi tangga atau jalan untuk mampu belajar terus setiap waktu dalam hidup seseorang sesuai dengan kebutuhannya setelah seseorang tamat sekolah.
Keterpaduan horisontal
Keterpaduan horisontal adalah bahwa pendidikan sepanjang hayat mancakup pendidikan umum dan pendidikan profesional, yang saling melengkapi atau saling menunjang. Pendidikan sepanjang hayat menghendaki agar pendidikan tidak hanya mengembangkan efesiensi kerja secara profesional (pendidikan profesional), tetapi juga mengembangkan aspek-aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan sesama ummat. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya tertuju pada pengembangan seseorang untuk mampu melaksanakan peranan-peranannya sebagai pekerja belaka, tetapi lebih dari itu, yaitu mampu melaksanakan peranan-peranan sebagai anggota dalam keseluruhan kehidupan manusia.
Keterpaduan ekologis
Keterpaduan ekologis ialah bahwa lembaga pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi, dan pusat-pusat latihan merupakan tempat belajar yang penting, tetapi hanya sebagai salah satu saja dari lembaga-lembaga dalam pendidikan sepanjang hayat. Lembaga pendidikan formal tersebut tidaklah memonopoli dalam penyelenggaraan pendidikan, dan harus tidak terpisahkan dari lembaga-lembaga pendidikan lain yang terpadat dalam masyarakat. Dengan demikian perlu adanya kerjasama antara pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal.
Keragaman dan keluagasan dalam pendidikan
Konsep pendidikan sepanjang hayat menghendaki keragaman dan keluagasan dalam program dan kegiatan pendidikan. Pendidikan tidak bersifat satu jalur pengalaman belajar (monolotik), tetapi berbagai pengalaman belajarnya diselaraskan kepada kesempatan dan minat seseorang. Program dan kegiatan pendidikan hendaknya disesuaikan kepada kebutuhan dan kondisi seseorang yang berbeda-beda. Kegiatan belajar hendaknya mengarah kepada kegiatan belajar sendiri dan pembinaan diri sendiri.
  Lalu faktor pendidikan sepanjang hayat terdiri dari enam faktor, yaitu:
Menciptakan kondisi yang menyenangkan (terbaik).
Bentuk presentasi yang melibatkan semua indra, sekaligus rileks, menyenangkan, bervariasi, dan menggairahkan.
Berpikir kreatif dan kritis untuk membantu proses internal.
Memberi rangsangan dalam proses mengakses materi pelajaran dengan permainan, lakon pendek, tindak dramatis serta berbagai kesempatan praktek.
Dihubungkan dengan praktek di luar sekolah, kondisi yang relevan, pekerjaan atau terapan nyata
Ulangi dan evaluasi secara teratur dan merayakan keberhasilan setiap saat.
Prinsip-Prinsip, Konsep dan Implementasi Pendidikan Sepanjang Hayat
Konsepsi pendidikan seumur hidup mulai dimasyarakatkan melalui kebijaksanaan negara (ketetapan MPR nomor.IV/ MPR/1973 jo Ketetapan MPR no.IV/MPR/1978 tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional (pembangunan bangsa dan watak bangsa), antara lain:
Arah pembangunan jangka panjang. Pembangunan nasional dilaksanakan didalam rangka pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia."
Dalam bab IV bagian pendidikan, GBHN mentetapkan:
"Pendidikan berlangaung seumur hidup dan dilaknsanakan didalam lingkungan didalam rumah tangga,sekolah dan masyarakat. Karna itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah."
Berdasarkan ketentuan ini,maka kebijakan pembangunan nasional tersebut khususnya dalam pendidikan bahwa secara konstitusional ketetapan ini wajib dilaksakan. Artinya, kira harus memahami latar belakang- tujuan-konsepsi-pendidikan semur hidup.
Prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam pendidikan seumur hidup:
Asas pendidikan seumur hidup, berlangaung seumur hiduo sehingga peranan subyek manusia untuk mendidikan dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban kodrat manusai.
Lembaga pelaksana dan wahana pendidikan meliputi:
dalam lingkungan rumah tangga(keluarga), sebagai unut masyarakat pertama dan utama.
dalam lingkungan sekolah, sebagai lembaga pendidikan.
sebagai lembaga dan lingkungan pendidikan non-formal, sebagai wujud kehidupan yang wajar.
Lembaga penanggung jawab pendidikan mencakup kewajiban dan kerjasama ketiga lembaga yang wajar dalam kehidupan, yaitu:
Lembaga keluarga(orangtua).
lembagah(pendidikan formal).
Lembaga masyarakat sebagai keseluruhan tata kehidupan dalam negara baik perseorangan maupun kolektif.
Maka dari itu,  kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai subyek yang bertanggung jawab atas pendidikan diri-sendiri menyadari bahwa:
proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal. Asas ini berarti pula memberikan tanggung jawab pedagogis psikologis kepada orang tua, lebih-lebih ibu yang mengandung untuk membina kandungannya secara psikosis yang ideal.
Bahwa untuk belajar, tiada batas waktu artinya tidak ada istilah "terlambat" atau "terlalu dini" untuk belajar ini berarti pula tidak ada konsep bahwa "terlalu tua".
Bahwa belajar atau mendidik diri-sendiri adalah proses alamiah sebagai bagian atau merupakan totalitas kehidupan.
Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat
Kemampuan pendidikan formal mendorong kepada perlunya pendidikan yang dapat melengkapi pendidikan formal, maka dari itu sangat diperlukan pendidikan non formal  yang dijadikan sebagai konsep pendidikan yang bersifat semesta, baik dalam arti rentangan waktu maupun dalam rentangan aspek kepribadian yang dikembangkan dan pemanfataan sumber daya masyarakat. jadi, hal ini dikatakan sebagai bagian konsep pendidikan seumur hidup.
perubahan masyarakat dan peranan sosial.
Dapat kita rasakan perubahan yang cepat dalam pendidikan supaya kita ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Tuntutan ini sangat memerlukan pengalaman belajar baru yang memungkinkan kita dapat melaksanakan peran-peran tersebut , dan memperbaiki peran lama, agar dapat menjawab tantangan jaman. Dengan demikian dibutuhkan konsep pendidikan yang menyeluruh yang merupakan bagian dari konsep pendidikan sepanjang hayat.
Pendayagunaan sumber yang masih belum optimal.
Setelah perang dunia 2 seluruh dunia mengalami proses perluasan pendidikan yang sangat pesat. Hal ini terjadi baik bagi bangsa-bangsa lama maupun yang baru, yang kaya maupun yang miskin. Semuanya memiliki masalah krisis pendidikan yang berkenaan dengan kekurangan biaya, guru, bahan ajaran, dan lain-lainnya kecuali siswa.
Maka dari itu diperlukan pengelolaan pendidikan yang optimal dan pendaya gunaan sumber-sumber yang dibutuhkan. hal ini bersifat menyeluruh dan terpadu karena tidak hanya belajar disekolah(formal) tetapi menyangkut juga pendidikan non formal.
Penerapan/Implementasi  Pendidikan sepanjang hayat, diantara lain:
1. penerapannya tidak terikat kepada pendidikan formal
2. Untuk mengembangkan diri sendiri sesuai dengan potensi-potensi dan minatnya
3. Diterapkan selama ia mampu mengembangkan dirinya sepanjang hayat
4. Membina dan mengembangkan sikap hidup
5. Dengan cara mengembangkan potensi manusia diantaranya:
a. Melalui potensi dan panca indra dengan mengembangkan hidup sehat.
b. Melalui potensi pikir yaitu dengan mengembangkan kecerdasan.
c. Melalui potensi perasaan, yaitu perasaan yang peka dan halus (etika) dengan menghayati tata nilai keagamaan, kemanusiaan, sosial budaya, filsafat, dan juga perasaan estetika dengan mengembangkan kesenian.
d. Melalui potensi karsa atau kemauan yang keras dengan mengembangkan sikap rajin belajar, bekerja, optimis, termasuk hemat dan hidup sederhana.
e. Melalui potensi cipta dengan mengembangkan kreasi dan imajinasi yang baik.
Sedangkan, fungsi pendidikan sepanjang hayat adalah sebagai berikut:
Fungsi meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang terus mengalami perubahan.
bertambahnyabertambahnya kesadaran tentang arti dunia modern.
menyadari bertambahnya kesadaran bahwa sekolah bukan akhir dari pendidikan.
BertambahnyaBertambahnya kesadaran tentang tanggung jawab pribadinya untuk memajukan dirinya dalam hidup: berusaha mendapatkan pengetahuan, keterampilan dari waktu ke waktu sepanjang hidupnya.
Bertambahnya kesadaran tentang arti belajar sepanjang hayat untuk mengembangkan dirinya.
MeningkatkanMeningkatkan kemampuan belajar melalui pengembangan media, yang terus mengembang.
Memperluas daerah belajar(artinya bisa belajar di mana saja).
Dapat memadukan pengalaman belajar disekolah(formal) dan di luar sekolah nonn formal).
Mengembangkan pengenalan tentang dirinya, dan makin bertambah rasa berpartisipasi dalam berkegiatan lingkungan di sekitarnya.
Tujuan Pendidikan Sepanjang Hayat
Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembawaannya seoptimal mungkin. Dengan demikian secara potensial keseluruhan potensi manusia diisi kebutuhannya supaya berkembang secara wajar.
Dengan pendidikan sepanjang hayat yang bersifat dinamis maka kita mengembangkan potensi kita selama manusia hidup. Sesuai kodratnya dan secara proporsional sehingga pendidikan itu tidak hanya bertujuan untuk didunia saja tetapi untuk di akhirat.

Kewajiban mendidik keluarga

KEWAJIBAN MENDIDIK KELUARGA
PENDAHULUAN
Belajar adalah hal yang wajib dilakukan bagi setiap muslim dan muslimah, dan keluarga adalah pendidik pertama. Lalu seberapa pentingkah mendidik keluarga?, dan bagaimana Al-Qur’an memberikan gambaran tentang itu?
Berdasarkan firman Allah SWT, antara lain: 1. QS. At-Tahrim (66): 6 dari kata قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا 2. QS.An-Nisa (4): 9 dari kata قَوْلًا سَدِيدًا  3. QS. Asy-Syura (3): 214 dari kata عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ.
Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas, “Kewajiban Mendidik Keluarga” dirumuskan sebagai berikut: Pertama, Siapa saja yang disebut keluarga dan apa tujuan dari mendidik keluarga? Kedua, Bagaimana cara mendidik keluarga menurut Al-Qur’an? Ketiga, Apa hukumnya mendidik keluarga dalam berdasarkan firman Allah SWT?. Berikut tafsir ayat-ayat Al-Qur’annya:
TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN
Tujuan Mendidik Keluarga
Kata Ahlun memiliki banyak makna, diantaranya: “Keluarga, Kerabat, dan Pengikut”. Lalu, kata Ahlun di dalam Al-Qur’an seperti dalam QS. At-Tahrim: 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ. (6)
“Wahai orang-orang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim (66): 6).
Keluarga menurut Ibnu Katsir dikutip dari tafsir kata قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api nerak” yaitu “perintahkan dirimu dan keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, dan hamba sahaya untuk taat kepada Allah dan tidak bermaksiat dengan mengajari dan mendidik mereka sesuai perintah Allah”.

Lalu pada QS. Hud: 45
و نادى نوح ربه فقال رب ان ابنى من اهلى
“Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku”
Imam Jalaluddin al-Mahalli menafsirkan bahwa memelihara diri dan keluarga dari api neraka yaitu “Dengan mengarahkan mereka kepada jalan ketaatan kepada Allah”
Zaini Dahlan, dkk menuturkan bahwa dalam ayat ini firman Allah SWT ditunjukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat melaksanakan perintah Allah , dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Sayyid Kutub menjelaskan bahwa orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya hendaklah menjaga dan menjauhkan diri dari api neraka, yaitu dengan ketaatan kepada Allah dan hendaklah mengajarkan kepada keluarga perbuatan yang dengannya mereka dapat menjaga diri mereka dari api neraka. Dan ajarilah mereka melalui nasehat dan pengajaran.” Telah dikeluarkan oleh Ibnu Munzir dan Al-Hakim di dalam Jama’ah Al-Kharin,  dari Ali R.A, bahwa dia mengatakan tentang ayat itu, “Ajarilah dirimu dan keluargamu kebaikan dan didiklah mereka.”
Sayyid Kutub menjelaskan ayat ini dengan sangat rinci mulai dari beban sebagai mukmin adalah beban yang sangat berat karena harus membentengi dirinya dan keluarganya dari api neraka. Lalu, ia menuturkan “Manusia yang ada di dalamnya itu sama persis dengan batu, dalam kehinaan batu, dalam nilai batu yang rendah, dan kondisi batu yang yang terabaikan” lalu ia menjelaskan tentang karakteristik malaikat adalah ketaatan mutltak terhadap perintah Allah SWT dan mampu melaksanakan segala yang diperintahkan Allah, dengan tabiat bengis, kejam, dan keras. Maka dari itu, hendaklah bagi setiap mukmin melindungi dirinya dan keluarganya dari api neraka sebelum kesempatan itu sirna dan sebelum alasan dan uzur itu tidak bermanfaat lagi diutarakan, dengan mencontohkan orang-orang kafir yang mengemukakan uzur mereka pada saat itu padahal mereka sedang berdiri menghadap azab mereka, yang tertera pada ayat setelahnya yaitu QS. At-Tahrim(66): 7:
يايها الذين كفروا لا تعتذروا اليوم انما تجزون ما كنتم تعلمون (7)
“Hai orang0orang kafir, janganlah kamu mengemukakan uzur pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan”
Lantas bagaimana cara orang-orang yang beriman melndungi dirinya dan keluarganya dari api neraka? Maka Allah pun menjelaskan pada ayat selanjutnya yaitu QS. At-Tahrim (66): 8 yaitu dengan cara bertaubat dengan taubatan nasuha, mepelajari kesalahan-kesalahannya di masa lalu agar ia tidak mengulanginya lagi dimasa sekarang.
Kemudian Sayyid Kutub menjelaskan kewajiban-kewajiban yang dibebani kepada orang mukmin sebagai keluarga yaitu tugas memberikan pengarahan hidayah kepada keluarganya hal ini merupakan salah satu cara mendidik keluarga agar terhindar dari api neraka. Selain mendidik keluarga agar terhindar dari api neraka, Sayyid Kutub menuturkan bahwa mendidik keluarga itu pun bertujuan agar terbangunnya kaum muslimin atas dominasi ajaran islam yang berdiri di atasnya fondasi masyarakat yang berkarakter yang berakidah, bermanhaj bersyariat dan bersistem Islam.
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا kebaikan yang Allah perintahkan dalam ayat ini, adalah agar kaum mukminin menjaga diri mereka dan keluarga mereka dari api neraka. Bagaimana caranya? Abdullah bin Abbas berkata: “Lakukanlah ketaatan kepada Allah dan janganlah dirimu dari kemaksiatan-kemaksiatan kepada Allah, dan perintahkanlah keluargamu dengan Dzikir, niscaya Allah SWT akan menyelamatkanmu dari neraka”. Maksudnya, ajarilah keluargamu dengan melakukan ketaan kepada Allah yang dengannya akan menjaga diri mereka dari neraka. para Ahli tafsir mengatakan seperti yang kami katakan ini.
Sesudah Tuhan memberikan beberapa bimbingan tentang rumah tangga Rasulullah saw., maka Tuhan pun menghadapkan seruan-Nya kepada orang-orang yang beriman bagaimana pula sikap mereka dalam menegakkan rumah tangga.
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri-diri kamu dan keluarga-keluarga kamu dari api neraka.” Di pangkal ayat ini jelas bahwa semata-mata mengaku beriman saja belumlah cukup. Iman mestilah dipelihara dan dipupuk, terutama sekali dengan dasar iman hendaklah orang menjaga keselamatan diri dan seisi rumah tangga dari api neraka. Yang alat penyalanya ialah manusia dan batu. Batu-batu adalah barang yang tidak berharga yang tercampak dan tersebar dimana-mana. Batu itulah yang akan dipergunakan untuk jadi kayu penyalakan api neraka. Manusia yang durhaka kepada Tuhan, yang hidup di dunia ini tiada bernilai karena telah dipenuhi oleh dosa, sudah samalah keadaannya dengan batu-batu yang berserak –serak di tengah pasir. “Yang di atasnya ialah malaikat-malaikat yang kasar lagi keras sikap”. Disebut di atasnya karena Allah memberikan kekuasaan kepada malaikat-malaikat itu menjaga dan mengawal neraka itu, agar apinya selalu menyala, agar alat penyalanya selalu sedia, baik batu ataupun manusia.
Cara Mendidik Keluarga Menurut Al-Qur’an
Mendidik keluarga adalah tanggung jawab seorang mukmin sebagaimana pada QS. At-Tahrim: 6 dan mengenai cara mendidik keluarga terdapat pada QS. An-Nisaa: 9
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

“Dan hendaklah takut(kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka khawatir kepdanya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”. (QS. An-Nisa (4): 9).
Yaitu pada kata  قَوْلًا سَدِيدًا Imam Jalaluddin As-Suyuthi mencontohkannya dengan perbuatan misalnya menyuruhnya bersedekah kurang dari sepertiga, dan memberikan selebihnya untuk para ahli waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.
Sayyid Kutub menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kalimat قَوْلًا سَدِيدًا  qaulan sadiidaa adalah “mendidik dengan mengucapkan perkataan yang baik kepada anak-anak yang mereka didik dan mereka pelihara itu, sebagaimana mereka memelihara harta mereka”.
Al-Maraghi menerangkan bahwa “para wali agar memperlakukan anak-anak yatim yang diwasiati dengan baik, berbicara kepada mereka sebagaimana berbicara kepada anaknya, yaitu dengan halus, baik dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan kesayangan.
Ayat ini ditafsirkan Zaini Dahlan, dkk bahwasannya “Allah SWT memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu, selalu bertakwalah dan mendekatkan diri ke[ada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatimyang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak sendiri”.
Menurut Bustami A Ghani DKK dalam ayat ini Allah SWT memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka seperti memperlakukan anak sendiri.
Hukum Mendidik Keluarga Menurut Firman Allah SWT
Tujuan mendidik keluarga sudah sangat jelas yaitu agar terhindar dari api neraka dan agar terbentuknya masyarakat yang berkarakter, dan keluarga itu diantaranya adalah anak, istri, saudara, kerabat, dan hamba sahaya. Lalu, hukum medidik keluarga adalah wajib sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Asy-Syu’ara: 214
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ (214)
“Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (QS. Asy-Syu,ara (26): 214)
Imam Jalaluddin Al-Mahalli menuturkan bahwa “Mereka adalah Bani Hasyim dan Bani Muthallib, lalu Nabi Muhammad SAW memberikan perngatan kepada mereka secara terang-terangan, demikianlah menurut keterangan hadits yang telah dikemukakan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim”.
Al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat ini adalah perintah Allah kepada Nabi untuk mendakwahi keluarganya terlebih dulu. Dengan menakuti kaum kerabat yang terdekat akan api neraka dan siksa yang keras bagi orang kafir kepada-Nya dan menyekutukan-Nya. Pemberi peringatan khusus ini adalah bagian dari pemberian peringatan umum yang untuk itu Rasul diutus, yaitu untuk memberi peringatan.
Sayyid Kutub menjelaskan ayat ini dengan beberapa hadits, salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan sanadnya dari Siti Aisyah RA bahwa ketika ayat 214 surat Asy-Syu’ara ini turun: “Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. Maka Rasul pun menyampaikan khutbahnya: “Wahai Fatimah binti Muhammad, wahai Shafiyah binti Abdul Muthallib, wahai Bani Abdul Muthallib,aku gtidak dapat berbuat apa-apa untuk menyelamatkan kalian dari azab api neraka terhadap kalian. Namun, jika kalian meminta harta bendaku, maka mintalah dari hartaku apapun yang kalian inginkan”.
Ibnu Katsir menjelaskan QS. Asy-Syu’ara: 214 dengan mengkaitkannya dengan ayat sebelumnya, yaitu “Allah SWT menyuruh manusia menyembah Dia semata  tanpa ada sekutu bagi-Nya, Dia memberitahukan bahwa barang siapa yang menyekutukan-Nya maka Dia akan mengazabnya”. Kemudian penjelasan dari ayat ini, yaitu “Dia (Allah) menyuruh Rasulullah SAW agar memberi peringatan kepada kerabat-kerabatnya yang terdekat dan bahwasannya tidak ada yang dapat menyelamatkan para kerabat kecuali keimanan mereka terhadap Tuhannya”
“Maka beri peringatanlah kaum kerabat engkau yang terdekat”. Abdul Malik bin Abdul Karim atau yang kita kenal sebagai Buya Hamka menuturka “Sesudah Rasulullah SAW diberi peringatan supaya beliau jangan menyeru Tuhan yang lain beserta Allah, disuruhlah beliau supaya menyampaikan peringatan terutama kepada kaum keluarganya yang terdekat”.
Sama halnya dengan tafsir ayat ini dari kitab tafsir lain, Zaini Dahlan, dkk menerangkan ayat ini “setelah Allah memerintahkan agar menyembh Tuhan yang Maha Esa pada ayat sebelumnya  QS. Asy-Syu’ara (26): 213
فلا تدع مع الله الها اخر فتكون من المعذبين
“Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan selain Allah, nanti kamu termasuk orang-orang yang diazab”.
Pada ayat ini Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW agar menyampaikan agama Allah kepada keluarganya yang dekat, menyampaikan kepada mereka janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang yang memungkiri dan mensyariatkan-Nya”.
Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas, setelah Rasulullah menyerau kaumnya itu menjawablah Abu Lahab paman beliau:

تبا لك الهذا دعوتنا؟ نزل تبت يدا ابى لهب
“Celakalah engkau hai Muhammad hari ini, apakah kami engkau panggil hanya untuk ini?”. Maka Allah menurunkan ayat Tabbat yadaa Abii Laahabiw watabb...”.
Hadits di atas menegaskan bahwa tidak ada satupun yang dapat menolong seseorang di akhirat nanti dari azab Allah, kecuali iman dan amal saleh yang telah dibuatnya selama hidup di dunia. Walaupun seorang ayah, anak atau kerabat dekat, semuanya itu tidak akan dapat menolong”.

KESIMPULAN

Keluarga itu terdiri dari anak, istri,  kerabat, saudara, dan hamba sahaya. Mendidik agar tidak bermaksiat dan menyekutukan Allah swt adalah cara suami agar keluarganya terhindar dari api neraka sebagai tujuan pendidikan.
Cara mendidik keluarga terutama anak-anak adalah dengan perkataan yang lemah lembut, benar dan tegas. Tidak memilih kasih antara satu dan yang lainnya sekalipun anak itu bukan anak kita diibaratkan dengan anak yatim yang menjadi tanggung jawab begitu pula murid.
Mendidik keluarga sangatlah penting dengan dalil diperintahkannya Nabi oleh Allah untuk mendakwahi keluarganya terlebih dahulu pada masa awal dakwah. Dan hukumnya adalah wajib dilaksanakan.



Daftar Pustaka

Zaini Dahlan, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Karya Bakhti Wakaf, 1991, jilid VII, hlm. 176-177.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993, Jilid IV.
Sayyid Kutub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, jilid IV.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 2000, Jilid III.
Abdul Malik bin Abdul Karim, Tafsir Al-Azhar, Surabaya: PT. Bina Ilmu Offset, 1983, jilid XIX.
Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algesindo Bandung, 2008, jilid I.
Zaini Dahlan, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT. Karya Bakhti Wakaf, 1991, jilid II.
Bustami A. Gani, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jakarta: Departement Agama RI, 1991, jilid II.
Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru Algesindo Bandung, 2008, jilid I.
Zaini Dahlan, dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: PT Dana Bakthi Wakaf, 1991, jilid X.
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993, Jilid XXVIII.
Ahmad Warson Munawwir,  Kamus Al-Munawwir, Pustaka Progressif: Surabaya, 2002.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Gema Insani: Jakarta, 2000, Jilid IV.

Pendidikan islam fase makkah

“The Stage of Islamic Education in The Phase of Makkah”

Islamic education is business of Muslim adults, who are cautioned guide, and direct growth, and development of fitnah (basic skills) of the student. Consciously, through the teaching of Islam toward to the max of growth and development of fitnah. Allah was sent the prophet Muhammad SAW to show human to the right way of life by spreading the teaching of Islam, and we as his servants, who has faith are commanded to deliver His command and His prohibition to fellow human beings.
Rasullah educated Quraisy tribe by Islamic education stage by stage. The stage was divided into two stage of  Rasulullah educate his family in secret, and Rasulullah educate his ummah openly and universally.
Firstly, Rasulullah educate his family Islamic education in secret. In the beginning down the first revelation surah Al-Alaq: 1-5:“recite in the name of Allah your Lord Who created, Created man from a clot of congealed blood, and your Lord is most Generous, Who taught by the pen, taught man what he did not know”. Rasulullah educated in secret because socio-political conditions are unstable. Islamic education is starting from his self, and then Khodijah (his wife), Ali bin Abi Thalib (his uncle’s son), Zain bin Tsabit (his housemaid), and Abu Bakar (his close friend). After that teaching of Islam spread gradually, but the spread is still among the close relatives of Quraisy tribe only. Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidhillah, Arqam bin Arqam, Fathimah binti Khattab, Said bin Sabit, and some other are sahabah who created to Islam at this time, which are called Assabiqunal Awwalun. Arqam houses are the first center and educational institutions of Islam. This stage did for 3 years until down the next revelation.
Secondly, Rasulullah educate his ummah Islamic education openly and universally. Rasulullah educated Islamic education start when Allah lowered the next revelation that ordering
to educate openly. When the revelation came down Rasulullah called his close family for action against a painful penalty on the final chapter for those, who do not recognize Allah as the only God and Muhammad as His messenger. The result of this stage was not maximized. So Rasulullah turned to educating universally (mankind as a whole). Rasulullah started it by visiting the pilgrim camps. This is the beginning of the spread of Islamic teachings universally.
In conclusion, Muhammad use the two stages of educating his ummah in secret, and openly and universally. We also can use this stage to spread Islam or to change the world. By starting with our self, our families, our relatives, and then our environment.

Perubahan sosial dibidang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perubahan sosial dalam bidang pendidikan, keduanya saling bertautan satu sama lain. Keduanya saling mem...